Konsumen Cerdas: Pahami Klausula Eksonerasi
Pernahkah kamu ketika membeli barang atau memakai suatu jasa menemukan klausula: “Barang yang dibeli tidak dapat dikembalikan” atau “Nasabah tunduk pada syarat dan perubahan ketentuan yang dilakukan oleh pihak bank” dan lainnya. Bahkan klausula tersebut ditulis dengan huruf kecil sehingga sulit untuk dibaca. Klausula tersebut jelas merugikan pembeli selaku konsumen, karena pelaku usaha (penjual barang atau penyedia jasa) berupaya untuk mengalihkan tanggung jawabnya kepada pembeli. Klausula ini disebut juga dengan klausula eksonerasi.
Apa itu Klausula Eksonerasi?
Dalam Bahasa Inggris istilah “eksonerasi” disepadankan “exoneration” atau “exemption” yang berarti suatu bentuk pembebasan atau pengecualian. Klausula eksonerasi dapat diartikan sebagai klausula yang berisi pembebasan atau pengecualian. Dikarenakan klausula eksonerasi merupakan klausula baku yang telah dipersiapkan oleh penjual barang dan jasa (pelaku usaha) maka pembebasan atau pengecualian tersebut ditujukan untuk menguntungkan pelaku usaha dengan mengalihkan tanggung jawabnya kepada konsumen atau pihak lain. Konsekuensinya, konsumen rawan untuk dirugikan.
Karakteristik Klausula Eksonerasi
Klausula eksonerasi sebagai perjanjian baku disusun berdasarkan ketentuan standar, umumnya dalam bentuk formulir, dan berlaku untuk banyak pihak. Perjanjian ini biasanya ditentukan secara sepihak oleh pihak yang memiliki posisi lebih kuat (biasanya pelaku usaha) sementara pihak lainnya (konsumen) hanya memiliki pilihan untuk menyetujui tanpa ruang untuk melakukan negosiasi.
Abdul Kadir Muhammad dalam bukunya Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, perjanjian baku memiliki sejumlah karakteristik, yaitu sebagai berikut :
- Bentuk perjanjian tertulis;
- Format perjanjian dibakukan;
- Syarat-syarat perjanjian ditentukan oleh penguasaha;
- Konsumen hanya menerima atau menolak;
- Penyelesaian Sengketa melalui musyawarah atau peradilan.
- Perjanjian baku menguntungkan pengusaha.
Larangan Klausula Eksonerasi
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”) tidak mengatur secara eksplisit tentang klausula eksonerasi. Meskipun demikian, Pasal 18 Ayat (1) UUPK melarang secara tegas kepada pelaku usaha untuk membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian yang mengatur tentang:
- Pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
- Pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
- Pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
- Pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
- Pelaku usaha mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen dan seterusnya.
- Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
- Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi
- Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
- Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Kesimpulan
Pelaku usaha dilarang untuk mencantumkan klausula eksenorasi dalam menawarkan barang dan jasa. Apabila terdapat klausula eksenorasi maka konsumen tidak berkewajiban untuk mematuhi klausula tersebut karena bertentangan dengan undang-undang.
Dasar Hukum :
– Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
– Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Authors :
Gracia, S.H.
Evi Mutiara
Editor : Arief Muhammad Ramadhan, S.H.