Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“TIPIKOR”) adalah salah satu program yang diutamakan pasca reformasi, terlebih sebelum reformasi seringkali terjadi dugaan praktik-praktik korupsi yang tidak terungkap.
Untuk memberantas TIPIKOR, Pemerintah Republik Indonesia telah melakukan banyak upaya, seperti membentuk Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), pembaruan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan TIPIKOR hingga membentuk cara pembuktian baru dalam persidangan TIPIKOR.
Baru-baru ini terdapat isu pembahasan mengenai Undang-Undang perampasan aset pelaku tindak pidana korupsi, pembahasan Undang-Undang ini sebagai bentuk perlindungan terhadap hak milik yang diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi, RUU Perampasan Aset ini dibentuk atas dasar untuk mengatasi permasalahan dengan memberikan solusi berupa mekanisme hukum yang memungkinkan pengembalian aset kepada negara tanpa adanya putusan dari Pengadilan.
Tujuan dari dibentuknya mekanisme yang ada dalam RUU Perampasan Aset ini agar hasil dari TIPIKOR tidak bisa dinikmati oleh pelaku. Tidak lupa dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan ketentuan-ketentuan yang berlaku serta didasarkan pada prosedur hukum yang adil dan transparan.
Permasalahan dalam Pengesahan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset
Pada nyatanya, dalam pembentukan RUU Perampasan Aset ini tidak semudah membalikkan telapak tangan, hal ini disebabkan akibat salahnya langkah yang diambil oleh aparat penegak hukum dapat menyebabkan dampak negatif yang meluas di masyarakat.
Apabila didasarkan pada UNCAC (United Nations Convention against Corruption) pada tahun 2003, pengembalian aset pelaku kejahatan yang telah terbukti secara sah bersalah melakukan TIPIKOR dapat dilakukan melalui beberapa cara baik secara pidana maupun secara perdata. Apabila secara pidana dapat dilakukan melalui 4 tahapan, yaitu:
- Penggeledahan barang untuk menemukan fakta kepemilikan dan lokasi barang;
- Penyitaan barang yaitu dialihkannya kekuasaan barang kepada pihak berwajib agar tidak dihilangkan oleh pelaku;
- Pengelolaan dan Pelestarian yaitu agar barang yang dikuasai pihak berwajib tetap dalam kondisi prima seperti seharusnya;
- Pemulihan aset yaitu dikembalikannya barang yang telah disita kepada negara.
Meskipun pada nyatanya RUU Perampasan Aset ini akan memberikan dampak yang signifikan untuk pemberantasan TIPIKOR karena dapat memberikan kejeraan yang lebih kepada pelaku, pengesahan RUU Perampasan Aset ini tidak kunjung disahkan oleh Pemerintah dan DPR RI karena suatu hal tertentu.
Berdasarkan pendapat Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Edward Omar Sharif Hariej menyebutkan bahwa terdapat beberapa kendala yang menyebabkan RUU Perampasan Aset masih belum bisa disahkan, bahkan sampai tahun 2025 ini masih juga belum disahkan dengan alasan yang jelas meskipun Pemerintah menyatakan sudah mendapatkan dukungan Presiden Joko Widodo pada tahun 2023.
Penerapan Undang-Undang Perampasan Aset ini juga ditakutkan akan bertentangan dengan HAM. Hal ini disebabkan karena terdapat hak yang mungkin dilanggar karena perampasan aset dianggap bertentangan dengan asas presemption of innocence (Asas Praduga Tak Bersalah), lebih lanjut Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak memiliki hak pribadi dan hak tersebut tidak dapat diambil secara sewenang-wenang oleh siapapun.
Percepatan Pengesahan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset
RUU Perampasan aset ini pada dasarnya memiliki potensi besar untuk menjadi landasan negara menyelesaikan perkara TIPIKOR dengan efisien, RUU Perampasan Aset juga diharapkan dapat mengurangi Pelaku TIPIKOR di Indonesia dengan cara menghindari kekayaan hasil korupsi dinikmati oleh Pelaku. Pemerintah juga perlu untuk memperkuat alur koordinasi sehingga RUU Perampasan Aset ini dapat segera disahkan demi Indonesia yang bebas dari TIPIKOR demi mewujudkan rasa keadilan di masyarakat serta mengoptimalkan penggunaan sumber daya negara yang lebih efisien.
Meskipun penerapan Undang-Undang Perampasan Aset dianggap bertentangan dengan Hak Asasi Kemanusiaan, tetapi pada praktiknya terdapat berbagai cara untuk menghindari dilanggarnya Hak Asasi Manusia Tersebut, seperti Pembuktian terbalik sebagaimana disebutkan dalam Pasal 77 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, selain itu pemerintah dapat mengadopsi cara yang terdapat dalam UNCAC yaitu menggunakan teori berimbang yang diturunkan (lower balanced probability) terhadap kepemilikan harta yang merupakan hasil TIPIKOR dan sekaligus tetap memertahankan teori tersebut dalam posisi yang sangat tinggi dalam hal perampasan kemerdekaan seseorang. Sehingga permasalahan-permasalahan tersebut sudah dapat diatasi.