Latar Belakang
Industri persaingan usaha yang sehat merupakan fondasi utama bagi terciptanya perkembangan ekonomi yang adil dan efisien. Namun, salah satu tantangan besar yang sering dihadapi dalam dunia perekonomian adalah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, yang dapat merugikan pasar serta mengekang kompetisi yang sehat. Praktik seperti monopoli, oligopoli, pengaturan harga, pembatasan produksi, diskriminasi harga, dan tindakan anti-persaingan lainnya sering kali berujung pada penyalahgunaan posisi dominan oleh beberapa pelaku usaha, yang pada akhirnya merugikan konsumen dan pelaku usaha lainnya. Untuk itu, diperlukan lembaga yang memiliki kewenangan dan independensi untuk mengawasi serta menangani dugaan pelanggaran tersebut guna menciptakan pasar yang lebih kompetitif.
Dalam mengatasi permasalahan tersebut diatas, Indonesia membentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), yaitu sebuah lembaga independen yang bertugas mengawasi dan menegakkan hukum terkait praktik monopoli serta persaingan usaha tidak sehat. KPPU berperan penting dalam menjaga keberlangsungan pasar yang sehat dan memastikan perlindungan bagi konsumen serta pelaku usaha yang bersaing secara adil. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“UU 5/1999”), KPPU didirikan untuk menciptakan iklim usaha yang kompetitif, yang pada gilirannya akan membawa manfaat positif bagi konsumen dan perekonomian secara keseluruhan. Dengan kewenangan yang dimilikinya, KPPU memiliki peran penting dalam memastikan bahwa pasar Indonesia tetap sehat dan adil bagi semua pihak yang terlibat didalamnya.
Namun demikian, meskipun pengawasan sudah dilakukan, seringkali timbul pertanyaan besar, salah satunya adalah bagaimana proses penanganan hukum atas dugaan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat dilakukan oleh KPPU? Proses hukum acara penanganan perkara yang efektif dan transparan diharapkan dapat menjadi jawaban atas pertanyaan ini. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana KPPU menangani dugaan pelanggaran dalam proses persidangan yang berlangsung, mulai dari penerimaan laporan hingga penjatuhan putusan.
Pembahasan
Pengaturan terkait proses hukum acara penanganan perkara praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat oleh KPPU, diatur dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Perkom 2/2023). Peraturan ini merupakan peraturan pelaksana dari UU 5/1999 yang juga sekaligus menggantikan peraturan sebelumnya, yakni Perkom 1/2019. Perkom 2/2023 telah mengatur secara rinci tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh KPPU dalam menangani dugaan pelanggaran yang terjadi di pasar. Dengan adanya Perkom ini, KPPU memiliki pedoman yang jelas untuk melakukan verifikasi laporan, klarifikasi, penyelidikan, hingga sidang Majelis Komisi, sehingga proses penanganan perkara dapat berjalan secara transparan, efisien, dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Adapun terkait tahapan-tahapan yang harus dilalui, adalah sebagai berikut:
- Penerimaan Laporan dan/atau Inisiatif Komisi
Proses hukum acara penanganan perkara di KPPU dimulai dengan penerimaan laporan yang disampaikan oleh masyarakat, pelaku usaha, atau pihak lain yang merasa dirugikan. Laporan ini harus mencakup informasi yang lengkap tentang dugaan pelanggaran, termasuk identitas pelapor dan terlapor, uraian detail mengenai praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat, serta bukti-bukti yang mendukung klaim tersebut. Sesuai telah dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 4 Perkom 2/2023, yang mendefinisikan laporan sebagai penjelasan mengenai dugaan pelanggaran yang disampaikan kepada KPPU baik adanya tuntutan ganti rugi maupun tidak. Lebih lanjut, menurut Pasal 22 Perkom 2/2023, laporan tersebut dapat diajukan kepada Kantor Pusat Komisi atau Kantor Wilayah Komisi, baik secara langsung maupun melalui media elektronik.
Namun demikian, selain laporan yang diajukan oleh masyarakat atau pelaku usaha, KPPU juga dapat memulai penanganan perkara atas dasar dari inisiatif Komisi itu sendiri. Inisiatif Komisi adalah tahap di mana KPPU melakukan penyelidikan terhadap dugaan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat berdasarkan hasil kajian ekonomi, pemantauan terhadap pelaku usaha, pengawasan terhadap penggabungan atau pengambilalihan yang tidak dilaporkan, serta berbagai temuan lainnya yang dapat memicu dugaan pelanggaran. Dasar hukum untuk tahap inisiatif Komisi ini dapat ditemukan dalam Pasal 23 Perkom 2/2023, yang memberikan kewenangan bagi KPPU untuk memulai penanganan perkara berdasarkan sumber-sumber lain selain laporan. Inisiatif ini bertujuan untuk memastikan bahwa potensi pelanggaran dapat segera teridentifikasi dan diproses, bahkan jika tidak ada laporan resmi dari pihak eksternal.
Perlu diketahui, bahwa berdasarkan Pasal 20 ayat (4) Perkom 2/2023 laporan yang telah diajukan kepada KPPU tidak dapat lagi dilakukan pencabutan oleh pelapor. Pada tahap ini, identitas pelapor pun dijamin kerahasiaannya sesuai dengan Pasal 20 ayat (5) Perkom 2/2023, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memberi rasa aman kepada pelapor yang mungkin khawatir akan adanya pembalasan akibat laporan yang disampaikan. Namun demikian, terhadap laporan yang mencantumkan tuntutan ganti kerugian, Komisi tidak akan merahasiakan identitas dari pelapor sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat (2). Adapun setelah laporan diterima, KPPU akan segera melakukan klarifikasi untuk memeriksa kelengkapan administrasi dan keakuratan informasi yang disampaikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 24 Perkom 2/2023 dan/atau Pasal 27 ayat (1) dalam hal inisiatif komisi, untuk menindaklanjutinya dengan proses penyelidikan awal.
- Klarifikasi dan Penyelidikan
Setelah laporan diterima, tahap pertama yang dilakukan adalah klarifikasi. Klarifikasi ini bertujuan untuk memastikan kelengkapan administrasi laporan, memverifikasi identitas pelapor dan terlapor, serta mengkaji apakah dugaan pelanggaran sesuai dengan ketentuan dalam UU 5/1999, dan apakah alat bukti yang diserahkan sudah memenuhi standar yang diperlukan. Jika laporan dianggap layak dan memenuhi syarat, perkara ini dapat dilanjutkan ke tahap penyelidikan.
Dalam Pasal 34 Perkom 2/2023, KPPU memiliki wewenang untuk melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran yang terjadi, baik berdasarkan laporan masyarakat, hasil temuan sendiri, atau berdasarkan informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan. Penyelidikan ini bertujuan untuk mengumpulkan bukti yang cukup menurut Pasal 42 UU 5/1999, yaitu dengan melibatkan pemanggilan saksi, ahli, pemeriksaan dokumen dan data terkait, serta keterangan dari pelaku usaha.
- Sidang Majelis Komisi
Jika hasil penyelidikan menunjukkan adanya bukti yang cukup, maka perkara akan dilanjutkan kepada tahap sidang Majelis Komisi. Pada tahap ini, KPPU akan membacakan laporan dugaan pelanggaran di hadapan Majelis Komisi, yang akan memimpin sidang dan memutuskan apakah pelanggaran benar terjadi. Terlapor diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan, mengajukan bukti, dan menyampaikan pembelaan. Proses ini, sebagaimana diatur dalam Pasal 61 Perkom 2/2023, bertujuan untuk memberi ruang bagi pihak terlapor untuk memberikan klarifikasi dan membela diri sebelum putusan dijatuhkan.
Setelah proses sidang, Majelis Komisi akan mengambil keputusan apakah terdapat pelanggaran atau tidak, dan jika ada pelanggaran, sanksi administratif akan dijatuhkan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 47 UU 5/1999. Sanksi ini dapat berupa denda, perintah untuk menghentikan praktik yang melanggar, atau perintah untuk memperbaiki kebijakan perusahaan yang melanggar.
- Perubahan Perilaku dan Pemeriksaan Lanjutan
Salah satu langkah penting dalam penanganan perkara persaingan usaha adalah tahapan perubahan perilaku. Perubahan perilaku dapat diajukan oleh terlapor ataupun melalui Majelis Komisi jika terlapor terbukti melakukan pelanggaran, yang mana KPPU dapat memberikan kesempatan bagi terlapor untuk melakukan perubahan perilaku, yaitu penyesuaian kebijakan atau praktik perusahaan yang dianggap merugikan persaingan usaha. Pasal 81 Perkom 2/2023 mengatur bahwa pihak terlapor yang mengakui pelanggaran dan bersedia melakukan perubahan perilaku dapat diberikan kesempatan untuk menyesuaikan tindakannya dalam jangka waktu tertentu, yang akan diawasi oleh KPPU. Namun demikian, perubahan perilaku hanya dapat diberikan kepada terlapor pada tahap penyelidikan atau pemeriksaan pendahuluan, sehingga jika pemeriksaan telah berlanjut pada proses pemeriksaan lanjutan, maka perubahan perilaku sudah tidak dapat dilakukan lagi oleh terlapor. Selain itu terlapor yang sudah mengajukan perubahan perilaku pada tahap penyelidikan, tidak diberikan lagi kesempatan untuk mengajukan perubahan perilaku untuk kedua kalinya, melalui tahap pemeriksaan pendahuluan. Hal ini telah diatur dalam Pasal 81 ayat (2) Perkom 2/2023.
Adapun bila terlapor setuju dan berkomitmen untuk melakukan perubahan perilaku, akan dibuat dalam bentuk pakta integritas yang ketentuannya diatur dalam Pasal 93 ayat (3) Perkom 2/2023. Lebih lanjut, jika dalam periode pemantauan tersebut terlapor gagal melakukan perubahan sesuai dengan yang disepakati, ataupun permohonan perubahan perilaku ditolak oleh Majelis Komisi, KPPU akan melanjutkan proses perkara kepada tahap pemeriksaan lanjutan untuk memastikan bahwa praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat telah dihentikan atau diperbaiki. Pemeriksaan lanjutan ini, seperti yang tercantum dalam Pasal 93 ayat (2) huruf c Perkom 2/2023 jo. Pasal 1 Angka 11, bertujuan untuk memastikan bahwa terlapor mematuhi komitmen yang telah dibuat dan tidak kembali melanggar ketentuan hukum persaingan.
- Pelaksanaan Putusan dan Monitoring
Setelah dilakukannya pemeriksaan lanjutan, menurut Pasal 101 Perkom 2/2023 Majelis Komisi akan melakukan musyawarah secara tertutup untuk menilai, menganalisis dan menyimpulkan perkara, berdasarkan bukti yang cukup. Selanjutnya apabila putusan telah dijatuhkan, pelaksanaan putusan menjadi langkah akhir dalam proses hukum. KPPU berperan dalam memantau pelaksanaan putusan, memastikan bahwa terlapor memenuhi kewajiban yang telah diputuskan oleh Majelis Komisi. Jika terlapor tidak melaksanakan keputusan atau terdapat hambatan dalam pelaksanaannya, KPPU memiliki kewenangan untuk mengambil tindakan lebih lanjut, seperti menyarankan penyidik untuk memproses perkara secara pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 48 UU 5/1999.
Pasal 107 Perkom 2/2023 juga mengatur bahwa Terlapor wajib melaksanakan Putusan Komisi dan menyampaikan laporan pelaksanaan kepada Komisi dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak Terlapor atau Kuasa Hukum Terlapor menerima petikan dan salinan Putusan Komisi. Dalam hal terjadi kelalaian dalam pelaksanaan putusan, KPPU dapat melakukan monitoring secara terus-menerus untuk memastikan kesesuaian implementasi keputusan. Hal ini diatur dalam Pasal 107 ayat (2) yang memberikan kewenangan bagi komisi untuk melakukan tindakan tertentu dalam melaksanakan hasil putusan. Monitoring ini dilakukan untuk menjamin bahwa pasar tetap beroperasi dalam kondisi yang sehat dan kompetitif, serta untuk menghindari terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat di masa mendatang.
- Upaya Hukum
Setelah Majelis Komisi menjatuhkan putusan, pelaku usaha tidak puas dengan keputusan tersebut dapat mengajukan upaya hukum keberatan atas putusan yang telah dijatuhkan Majelis Komisi. Keberatan ini dapat diajukan ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri, sesuai domisili dari pelaku usaha tersebut. Hal ini diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 2021 (“PP 44/2021”). Pemeriksaan menyangkut aspek pemeriksaan formil dan materiil dari fakta yang menjadi dasar putusan komisi. Namun demikian, perlu diingat bahwa Pasal 19 ayat (1) juga menegaskan bahwa jangka waktu dari pengajuan keberatan tersebut adalah 14 hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan komisi. Sehingga apabila telah melewati tenggat waktu yang ditentukan, maka pelaku usaha tidak lagi dapat mengajukan keberatannya dan harus menjalankan hasil putusan dari Majelis Komisi.
Adapun bila terdapat keberatan dengan hasil putusan pengadilan niaga atas keberatan yang diajukan, menurut Pasal 20 PP 44/2021, pihak yang berkaitan masih dapat mengajukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima putusan pengadilan niaga.
Kesimpulan
Penanganan perkara monopoli dan persaingan usaha tidak sehat oleh KPPU merupakan proses hukum yang terstruktur dengan dilakukan dengan ketat. Dimulai dengan penerimaan laporan yang meliputi verifikasi administratif, klarifikasi, penyelidikan, hingga proses persidangan di Majelis Komisi, setiap tahapan dijalankan dengan dasar hukum yang jelas. KPPU tidak hanya memastikan bahwa pelanggaran yang terjadi dapat terdeteksi dan dihukum dengan adil, tetapi juga memberikan kesempatan bagi pihak terlapor untuk membela diri melalui proses yang terbuka. Dengan mekanisme yang transparan dan berbasis hukum yang kuat, KPPU berperan penting dalam menjaga persaingan usaha yang sehat di Indonesia, yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan memberikan manfaat lebih besar bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersaing secara adil.