- PENDAHULUAN
Pembuktian adalah suatu upaya untuk memberikan kepastian yang diperlukan Hakim untuk menilai suatu fakta tertentu, hal ini bertujuan untuk dapat menemukan kebenaran materiil dalam suatu perkara pidana.
Pada dasarnya kata pembuktian dapat diartikan sebagai perbuatan yang dapat memberikan kepastian. Kata pembuktian dalam bahasa inggris adalah evidence yang rekat pengartiannya dengan alat bukti berdasarkan hukum positif, sedangkan kata proof dapat dikatakan sebagai suatu pembuktian yang yang mengarah kepada suatur proses, hal ini sejalan dengan pendapat dari Prof. Dr. Eddy O.S Hiariej.[1]
Sistem dan beban pembuktian dalam hukum acara pidana dapat disebut sebagai “nyawa” dan tonggak dalam penegakan hukum pidana di Indonesia, karena pada dasarnya suatu tuduhan atau dalil yang dalam konteks pidana dituduhkan oleh Jaksa Penuntut Umum melalui surat dakwaannya harus diperkuat dengan pembuktian.
Apabila suatu dakwaan tidak secara jelas membuktikan suatu perkara pidana memang benar terjadi dan tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan maka dakwaan tersebut hanyalah sebuah kertas dan tinta yang tidak memiliki bobot hukum.
Lebih lanjut, dalam bukunya Prof. Dr. Eddy O.S Hiariej menarik kesimpulan setidaknya terdapat 6 (enam) teori yang dapat diulas lebih lanjut didasarkan dari paramter pembuktian yaitu bewijstheorie, bewijsmiddelen, bewijsvoering, bewijslast, beweijskracht, dan bewijs minimum.[2]
- PEMBAHASAN
- Parameter Teori Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana
Penjelasan dari 6 (enam) parameter teori pembuktian dalam hukum acara pidana adalah sebagai berikut:
- Bewijstheorie
Bewijstheorie merupakan suatu pembuktian yang lazim digunakan oleh hakim sebagai dasar untuk menentukan putusan di Pengadilan. Pada dasarnya bewijstheorie ini dibagi menjadi 4 (empat) teori pembuktian yang tercatat dalam sejarah yaitu positif Wettelijk Bewijstheori, conviction intime, conviction raisonne dan yang terakhir ada negatief Wettelijk Bewijstheorie.
- Bewijsmiddelen
Adalah teori pembuktian yang digunakan untuk memperjelas alat bukti yang diajukan di persidangan, yang membedakan alat bukti mana yang diperbolehkan untuk digunakan di persidangan untuk membuktikan suatu peristiwa hukum telah terjadi. Teori ini dapat menjelaskan apa saja yang dapat dijadikan sebagai alat bukti, namun tetap berdasarkan kepada hukum acara pidana sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Alat-alat bukti yang digunakan untuk membuktikan telah terjadinya suatu peristiwa hukum secara umm sama dengan alat-alat bukti yang digunakan oleh banyak negara di dunia untuk membuktikan suatu peristiwa hukum telah terjadi.[3]
- Bewijsvoering
Merupakan teori yang dapat menjelaskan bagaimana caranya alat bukti yang diajukan di persidangan dapat digunakan, cara penyampaian ini merupakan hal yang penting dan harus diperhatikan, terutama bagi negara yang menggunakan due process model. Berdasarkan pendapat Prof. Dr. Eddy O.S Hiariej menyebutkan apabila pada due process model, negara sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia terutama hak-hak dari seorang tersangka, sehingga seorang tersangka sering dibebaskan oleh hakim Pengadilan pada pemeriksaan praperadilan karena alat bukti diperoleh dengan cara yang tidak legal atau disebut dengan unlawful legal evidence.[4]
- Bewijslast
Dikenal juga dengan istilah lain burden of proof adalh teori yang mengajarkan mengenai pembagian beban pembuktian yang diwajibkan oleh Undang-Undang. Secara universal, berdasarkan konteks huukum pidana yang berlaku di dunia beban pembuktian untuk membuktikan dakwaan yang dituduhkan kepada tersangka merupakan kewajiban seorang Jaksa Penuntut Umum. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari asas diferensiasi fungsional dalam criminal process yang menyerahkan fungsi penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan dan Pengadilan kepada lembaga yang berwenang.[5]
- Bewijskracht
Merupakan teori yang mengenai kekuatan pembuktian dari masing-masing alat bukti yang diajukan di persidangan dalam rangka membuktikan suatu dakwaan memang benar telah sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan.
- Bewijs minimmum
Yaitu teori yang membahas mengenai bukti minimum yang diperlukan dalam pembuktian untuk mengikat kebiasaan Hakim. Yang maksudnya adalah dalam hukum acara pidana telah terdapat peraturan mengenai batasan minimum alat bukti, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”).
- Tujuan dan Guna Pembuktian Bagi Para Pihak
Pihak yang terlibat dalam Pembuktian Pidana pada pemeriksaan persidangan memiliki tujuan seperti yang diuraikan sebagaimana di bawah ini,
- Bagi Jaksa Penuntut Umum
Pembuktian adalah suatu rangkaian usaha yang digunakan untuk meyakinkan Majelis Hakim berdasarkan alat bukti yang telah dikumpulkan selama proses Penyidikan, agar menyatakan seseorang terdakwa memang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang dituduhkan dalam surat dakwaan.
- Bagi Terdakwa atau Penasehat Hukum
Merupakan usaha yang sebaliknya dari tujuan Jaksa Penuntut Umum, yakni berdasarkan alat bukti yang ada agar dapat dinyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang dituduhkan oleh Jaksa Penuntut Umum.
- Bagi Majelis Hakim
Bukti yang terdapat dalam persidangan baik bukti a charge maupun bukti a de charge dapat digunakan untuk menentukan kejadian yang sebenar-benarnya sehingga dapat menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya.
Berdasarkan pendapat Munir Fuady, hukum pembuktian wajib menentukan dengan tegas kepada siapakah beban pembuktian atau yang bisa juga disebut burden of proof harus diletakkan. Hal ini disebabkan dengan penentuan siapa yang wajib untuk membuktikan akan menentukan langsung bagaimana akhir dari suatu perkara yang masih belum terang sebab-akibatnya.[6]
- KESIMPULAN
Bahwa pada dasarnya, sistem pembuktian dan beban pembuktian merupakan komponen penting dalam penegakan hukum pidana. Sehingga demi terwujudnya keadilan harus didasarkan pada bagaimana cara praktisi hukum menemukan kebenaran materiil suatu perkara.
Berdasarkan uraian pada pembahasan, kebenaran materiil dapat ditemukan sepanjang mengikuti teori-teori beban pembuktian pidana sehingga dapat menemukan keadilan baik untuk korban maupun untuk terdakwa.
[1] Eddy Os. Harieej,2012,Teori dan Hukum Pembiktian, Penerbit Erlangga, Hal 2-3
[2] Ibid, Hlm. 15
[3] Eddy Os. Harieej,2012,Op. Cit, Hal. 17
[4] Ibid, Hal. 20
[5] Michael Cavadino dan James Dignan dalam Eddy Os. Harieej, Op. Cit Hal. 23
[6] Fuady Munir, 2006, Teori Hukum Pembuktian (pidana dan perdata), Penerbit PT Citra Aditya Bakty Bandung, Hal. 45