- PENDAHULUAN
Pada dasarnya tindak pidana pemalsuan surat telah diatur secara umum dalam Pasal 263-266 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pemalsuan surat yang diatur dalam setiap pasal antara Pasal 263-267 berbeda-beda sesuai dengan unsur masing-masing pasal, namun secara umum yang dimaksud dengan pemalsuan surat adalah pembuatan sebuah surat yang seakan-akan isinya asli dan dapat dipertanggungjawabkan padahal nyatanya pembuat surat tersebut tidak berwenang untuk membuat surat atau bahkan isi yang termuat dalam suratnya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Pemalsuan surat dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk,seperti pemalsuan tanda tangan yang seolah-olah asli, pemalsuan materi yang termuat dengan maksud menguntungkan pemalsu surat. Selain itu, pemalsuan surat yang dimaksud dalam KUHP harus surat yang dapat menimbulkan hak dan menguntungkan pembuat surat palsu.
- BENTUK-BENTUK PEMALSUAN SURAT
Bentuk-bentuk pemalsuan surat ada berbagai macam sebagaimana yang disebutkan dalam KUHP yaitu sebagai berikut:
- Pasal 263 KUHP
Pasal 263 KUHP berbunyi sebagai berikut:
“(1) barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripadasesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.”
Tindak pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 263 kUHP ini disebut sebagai pemalsuan surat sederhana, yang mana apabila seseorang memalsukan surat dengan maksud tertentu untuk menguntungkan dirinya sendiri karena akibat dari adanya surat palsu tersebut.
- Pasal 264 KUHP
Pasal 264 KUHP berbunyi sebagai berikut:
“(1)Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:
- Akta-akta otentik;
- Surat hurang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
- Surat seru atau hutang sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai;
- Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
- Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukan untuk diederkan.
(2) diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian
Pada dasarnya, yang diatur dalam Pasal 264 KUHP adalah perbuatan pemalsuan surat sederhana seperti yang diatur dalam Pasal 263 KUHP, yang membedakan adalah terkhusus mengenai akta otentik dan mengenai pemalsuan surat-surat yang menimbulkan hak utang-piutang.
- Pasal 266 KUHP
Pasal 266 KUHP berbunyi sebagai berikut:
“(1) barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun;
(2) diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak palsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.”
Pemalsuan surat yang diatur dalam Pasal 266 KUHP ini terkait dengan pemalsuan surat yang dikeluarkan oleh Pejabat Negara seperti Pejabat Pembuat Akta Tanah yang membuat Akta Jual Beli Palsu, serta dapat juga untuk dikenakan kepada pihak yang menyuruh atau mengarahkan Pejabat tersebut untuk melakukan demikian.
- KESIMPULAN
Sebagaimana uraian di atas, segala bentuk dan aspek pemalsuan yang terdapat di surat dan akta otentik dapat dipidana dengan Pasal 263, 264 dan 266 KUHP. Tetapi perlu diperhatikan bahwa surat palsu yang dapat dipidanakan harus menimbulkan hak, seperti ijazah, KTP dan lain sebagainya.
Selain itu, apabila seorang mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri dengan keadaan yang dipalsukan dapat juga memenuhi unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 266 KUHP apabila telah terdapat putusan Pengadilan atas pemalsuan keadaan dari gugatan yang dibuatnya.