Hak Cipta Dalam Sengketa Lagu “Nuansa Bening”
Keenan Nasution dan Rudi Pekerti, dua musisi senior melayangkan gugatan terhadap Penyanyi Vidi Aldiano di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan yang diregister dengan Nomor Perkara: 51/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2025/PN Niaga Jkt.Pst didasarkan atas Klaim terhadap Vidi Aldiano yang membawakan lagu “Nuansa Bening” tanpa izin resmi dari Keenan dan Rudi sebagai penciptanya. Keenan dan Rudi juga menuntut ganti rugi sebesar Rp 24,5 miliar atas 31 penampilan atau konser Vidi yang membawakan lagu “Nuansa Bening” sejak Tahun 2008. Keenan dan Runi juga meminta rumah Vidi yang berlokasi di Cilandak untuk dijadikan sebagai sita jaminan. Seberapa serius pelanggaran Hak Cipta?
Pengertian Hak Cipta
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”) adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun yang dimaksud dengan “Pencipta” adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.
Sementara itu yang dimaksud dengan “Ciptaan” adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, alau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
Lagu “Nuansa Bening” yang terdiri dari lirik dan melodi dikualifisir sebagai “ciptaan” di bidang seni. Sementara itu, Keenan dan Rudi sebagai orang yang menciptakan dikualifisir sebagai “Pencipta”.
Hak Ekslusif Pada Hak Cipta
Pasal 4 UU Hak Cipta menegaskan Pencipta memiliki hak ekslusif terhadap ciptaannya yakni meliputi hak moral dan hak ekonomi. Yang dimaksud dengan hak moral adalah hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum, menggunakan nama aliasnya atau samarannya, mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam Masyarakat, mengubah judul dan anak judul Ciptaan dan mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.
Sedangkan hak ekonomi adalah hak pencipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atau manfaat secara finansial dari ciptaannya yakni dengan melakukan:
- Penerbitan Ciptaan;
- Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
- Penerjemahan Ciptaan;
- Pengadaplasian, pengaransemenan, pentransformasian Ciptaan;
- Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
- PertunjukanCiptaan;
- Pengumuman Ciptaan;
- Komunikasi Ciptaan; dan
- Penyewaan Ciptaan
Selain Hak Cipta, juga dikenal istilah Hak Terkait. Adapun yang dimaksud dengan hak terkait adalah hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau lembaga Penyiaran.
Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta
Perlindungan hak cipta atas suatu karya memiliki masa berlaku yang berbeda tergantung jenis ciptaannya:
- Untuk lagu, buku, seni rupa, arsitektur, dan karya tulis lainnya, hak cipta berlaku seumur hidup pencipta + 70 tahun setelah meninggal (Pasal 58 ayat (1)).
- Untuk game, film, aplikasi, video, dan fotografi, hak cipta berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan (Pasal 59).
- Untuk lembaga penyiaran seperti TV dan radio, hak cipta berlaku 20 tahun sejak pertama kali disiarkan (Pasal 63 ayat (2)).
Sanksi Terhadap Pelanggaran Hak Cipta
UU Hak Cipta mengatur tentang sanksi pidana dan sanksi perdata bagi pelanggar hak cipta. Saksi pidana yang menanti pelanggar ketentuan hak cipta adalah penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak sebesar Rp4.000.000.000,- (empat milyar rupiah) sesuai dengan bentuk pelanggaran hak cipta yang dilakukan. Sementara itu, terhadap pelanggar hak cipta juga dapat diajukan tuntutan ganti rugi dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga terkait.
Bagi Masyarakat khususnya pelaku industri musik baik musisi, label, manajer acara, maupun penyelenggara pertunjukan kasus ini menjadi pengingat bahwa menggunakan karya orang lain bukan sekadar soal teknis atau artistik, tetapi juga persoalan hukum dan etika.
Meskipun hak cipta melekat secara otomatis sejak sebuah karya diciptakan, pendaftaran resmi di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) sangat dianjurkan. Langkah ini akan memperkuat posisi hukum pencipta apabila di kemudian hari timbul sengketa.
Penulis: Nicko Surya Airlangga, S.H. & Masta Pasaribu
Editor : Muhammad Arief Ramadhan, S.H.