Aspek Hukum Pencabutan Izin Usaha Pertambangan di Raja Ampat
Pemerintah secara resmi mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel milik empat perusahaan yang beroperasi di wilayah Raja Ampat, yaitu PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Nurham. Alasan utama pencabutan ini adalah karena lokasi izin berada dalam kawasan Geopark Raja Ampat yang dilindungi, serta tidak terpenuhinya persyaratan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Berbeda halnya dengan PT Gag Nikel, anak perusahaan PT Antam Tbk, yang IUP-nya tetap berlaku karena kegiatan usahanya berada di luar kawasan Geopark dan telah memenuhi ketentuan AMDAL secara lengkap.
Izin Usaha Pertambangan?
Berdasarkan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, Izin Usaha Pertambangan atau IUP adalah bentuk legalitas yang diberikan oleh pemerintah kepada badan usaha, koperasi, maupun perseorangan untuk menjalankan kegiatan pertambangan mineral dan batubara. Kegiatan tersebut mencakup tahap eksplorasi hingga produksi di wilayah tertentu yang telah ditetapkan.
Wilayah Usaha Pertambangan
Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) merupakan area yang dicadangkan secara resmi untuk kegiatan pertambangan dan dituangkan dalam peta Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Wilayah ini dapat mencakup lintas kabupaten, provinsi, hingga wilayah perairan laut, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Penetapan WUP sangat penting agar kegiatan pertambangan tidak bertabrakan dengan kepentingan tata ruang lain, termasuk kawasan lindung berdasarkan Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan.
Izin Usaha Pertambangan
Kewenangan dari pemberian Izin Usaha Pertambangan diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2025 Tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dimana Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan kewenangan pemberian Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pemerintah Daerah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mengapa IUP Bisa Dicabut?
IUP dapat dicabut apabila pemegang izin terbukti melakukan pelanggaran, khususnya terhadap ketentuan perlindungan lingkungan dan tata ruang wilayah. Dalam konteks Raja Ampat, pencabutan dilakukan sebagai hasil evaluasi menyeluruh atas kepatuhan perusahaan terhadap ketentuan lingkungan dan status kawasan Geopark yang memiliki perlindungan nasional dan internasional.
Secara hukum, pencabutan izin ini didasarkan pada prinsip contrarius actus, yaitu prinsip yang menyatakan bahwa lembaga atau pejabat yang berwenang mengeluarkan suatu keputusan administratif juga berwenang untuk mencabut atau membatalkannya apabila ditemukan pelanggaran atau ketidakpatuhan terhadap syarat-syarat perizinan.
Hal ini didasarkan pada Pasal 152 UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menyatakan “dalam hal pemerintah daerah tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 dan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf j, Menteri dapat menghentikan sementara dan/atau mencabut IUP atau IPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”
Namun, dalam Pasal 153 UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara disebutkan bahwa “Dalam hal pemerintah daerah berkeberatan terhadap penghentian sementara dan/atau pencabutan IUP dan IPR oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152, pemerintah daerah dapat mengajukan keberatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Dalam perizinan tambang, pencabutan dapat dilakukan setelah adanya evaluasi. Kewenangan untuk melakukan evaluasi dalam kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara tersebut berada di tangan Direktur Jenderal ESDM atas nama Menteri, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 angka (6) Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan.
Penulis : Nicko Surya Airlangga, S.H. & Masta Pasaribu
Editor : Muhammad Arief Ramadhan, S.H.