
Dalam hukum kepailitan, terdapat suatu masalah yang sering muncul, yaitu keadaan di mana Debitor (orang yang punya utang) tiba-tiba menjual atau memindahkan harta miliknya ke orang lain, padahal ia sedang kesulitan membayar utangnya. Sebagai contoh, ketika kondisi keuangannya sudah parah, ia menjual rumah atau bisnisnya ke saudara, teman, atau orang dekat agar harta itu tidak diambil oleh kreditor (orang yang memberikan utang) untuk membayar utang. Secara logika, tentu ini merugikan kreditor yang seharusnya berhak atas harta tersebut.
Lalu, bolehkah Debitor melakukan itu?
Boleh, akan tetapi dapat dibatalkan secara hukum. Dalam hukum kepailitan dikenal suatu upaya hukum yaitu Actio Pauliana, yang pada hakikatnya merupakan upaya hukum untuk membatalkan perbuatan hukum Debitor yang dilakukan dengan itikad tidak baik dan menimbulkan kerugian bagi Kreditor. Dasar hukum Actio Pauliana diatur pada Pasal Pasal 1341 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) yang berbunyi sebagai berikut:
“Meskipun demikian, kreditur boleh mengajukan tidak berlakunya segala tindakan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh debitur, dengan nama apa pun juga yang merugikan kreditur; asal dibuktikan bahwa ketika tindakan tersebut dilakukan, debitur dan orang yang dengannya atau untuknya debitur itu bertindak, mengetahui bahwa tindakan itu mengakibatkan kerugian bagi para kreditur”.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Actio Pauliana diatur pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UUK-PKPU”) pada Pasal 41 menegaskan bahwa: “Untuk kepentingan harta pailit, kepada pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan Kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.” Dengan demikian, meskipun tindakan pengalihan aset dilakukan sebelum Debitor resmi dinyatakan pailit, perbuatan tersebut tetap dapat dibatalkan apabila terbukti dilakukan untuk menghindari konsekuensi hukum dari kepailitan dan merugikan para Kreditor.
Syarat Actio Pauliana
- Perbuatan Debitor dilakukan dalam kurun waktu 1 Tahun sebelum Putusan Pailit;
- Merupakan perbuatan tidak wajib (hibah, jual dengan harga murah, hadiah);
- Debitor dan Penerima mengetahui atas perbuatan yang dilakukan dapat merugikan Kreditor;
- Terdapat kepentingan Kreditor yang dirugikan (utang kepada Belum terbayar lunas dan sudah jatuh tempo); dan
- Dilakukan dengan orang terdekat atau pihak yang terafiliasi (keluarga, teman, perusahaan sendiri).
Terhadap permohonan dan pemenuhan unsur-unsur di atas, berdasarkan Pasal 47 huruf (a) UUK-PKPU dapat diajukan oleh Kurator atas persetujuan Hakim Pengawas ke Pengadilan Niaga.
Akibat Hukum Atas Dikabulkannya Gugatan Actio Pauliana di antaranya yaitu:
- Perbuatan Debitor terhadap harta kekayaannya dinyatakan batal demi hukum;
- Pengembalian objek perkara yang diperoleh dari Debitor untuk dikembalikan dalam harta pailit; dan/atau
- Jika nilai dari Objek Perkara tersebut berkurang, Debitor wajib mengembalikan objek perkara ditambah dengan ganti kerugian; atau
- Apabila objek perkara sudah tidak ada, Debitor wajib mengganti nilai objek tersebut.
Kesimpulan
Perbuatan Debitor yang mengalihkan asetnya menjelang kepailitan berpotensi tidak sah secara hukum, terlebih ketika terdapat unsur-unsur itikad tidak baik Debitor untuk mengamankan harta kekayaan dari risiko sita umum kepailitan. Terhadap perbuatan Debitor atas harta kekayaan sebelum adanya putusan pailit yang mengakibatkan kerugian bagi Kreditor, dapat diajukan upaya hukum actio pauliana melalui Kurator atas persetujuan Hakim Pengawas ke Pengadilan Niaga.
Referensi
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Sutan Remy Sjahdeini. “Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan”, Penerbit: Kencana, 2018.
Hadi Subhan. “Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan”, Penerbit: Kencana, 2019
Penulis: Muhamat Yanuar Abidin, S.H.