Pembahasan mengenai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) telah memicu perdebatan luas, terutama mengenai beberapa ketentuan yang dianggap dapat mengancam kebebasan profesi advokat. Beberapa pasal dalam rancangan ini berpotensi membatasi peran strategis advokat sebagai penegak keadilan, serta mempersempit ruang gerak mereka dalam menjalankan tugas profesional.

Potensi Kerugian bagi Advokat

  1. Membatasi Ruang Advokasi Publik

Pasal 142 ayat (3) huruf b RKUHAP secara eksplisit melarang advokat untuk memberikan pendapat di luar pengadilan terkait permasalahan kliennya. Ketentuan ini membatasi ruang advokasi publik, sehingga advokat tidak dapat membela kepentingan kliennya secara terbuka, meskipun terjadi ketidakadilan yang membutuhkan perhatian masyarakat luas. Pembatasan ini bisa menghambat upaya transparansi hukum dan advokasi di ruang publik.

  1. Menghambat Hak Berpendapat

Advokat memiliki peran strategis dalam memberikan edukasi hukum kepada masyarakat. Melalui opini di ruang publik, mereka membantu mencerdaskan masyarakat tentang aspek hukum yang relevan. Namun, pembatasan yang diusulkan dalam RKUHAP dapat memadamkan peran penting ini, sehingga edukasi hukum bagi masyarakat menjadi kurang efektif.

  1. Kriminalisasi Profesi Advokat

Pembatasan ini juga berisiko mengarah pada kriminalisasi advokat. Berbicara di luar pengadilan dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum, meskipun sebenarnya advokat berperan untuk menjunjung tinggi keadilan. Pasal-pasal tersebut membuka ruang bagi penyalahgunaan wewenang yang dapat mengintimidasi advokat dalam menjalankan tugasnya.

Ketentuan dalam Rancangan KUHAP

Beberapa pasal yang menjadi sorotan dalam RKUHAP adalah:

  • Pasal 142 ayat (3) huruf b: “Advokat dilarang memberikan pendapat di luar pengadilan terkait permasalahan kliennya.”
  • Pasal 253 ayat (3) dan (4):
  • Setiap orang yang berada di sidang pengadilan dilarang mempublikasikan proses persidangan secara langsung tanpa izin pengadilan.
  • Pelanggaran atas tata tertib ini dapat dianggap sebagai tindak pidana, sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Ketentuan ini tidak hanya membatasi advokat tetapi juga dapat memengaruhi kebebasan informasi di ruang sidang, yang penting bagi prinsip keterbukaan dalam sistem peradilan.

Implikasi Terhadap Kebebasan Profesi

Pembatasan dalam RKUHAP memunculkan pertanyaan besar: apakah ketentuan ini sejalan dengan prinsip negara hukum yang menghormati kebebasan berpendapat dan hak advokat untuk menjalankan profesinya secara independen? Pembatasan semacam ini berpotensi melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Profesi advokat bukan hanya berfungsi sebagai pembela klien, tetapi juga sebagai pengawal keadilan dan kepentingan publik.

Kesimpulan

Pembatasan advokat dalam RKUHAP, seperti yang tercantum dalam Pasal 142 dan Pasal 253, perlu dikaji ulang secara mendalam. Regulasi yang terlalu membatasi tidak hanya mengancam kebebasan profesi advokat tetapi juga berpotensi merugikan masyarakat luas. Advokat adalah bagian penting dari sistem peradilan, dan kebebasan mereka dalam menjalankan tugas harus dijamin demi terciptanya keadilan yang merata.

Diperlukan diskusi yang melibatkan berbagai pihak untuk menemukan keseimbangan antara tata tertib hukum dan kebebasan advokat. Dengan demikian, RKUHAP dapat menjadi instrumen hukum yang progresif dan berkeadilan, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasar demokrasi dan hak asasi manusia.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *