Pemerintah kembali menghadirkan insentif pajak yang ditunggu banyak pekerja dan pelaku usaha. Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10 Tahun 2025 (PMK 10/2025), pemerintah menetapkan kebijakan PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) yang ditujukan untuk meringankan beban pajak penghasilan pegawai, menjaga daya beli masyarakat, sekaligus memberikan stimulus bagi sektor industri padat karya. Siapa yang Berhak Mendapatkan?

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi baik oleh pemberi kerja maupun oleh pegawai, yaitu:

  • Pemberi kerja

Harus melakukan kegiatan usaha pada sektor-sektor tertentu, yaitu industri alas kaki, tekstil & pakaian jadi, furniture, kulit & barang dari kulit.
Memiliki kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) sesuai lampiran dalam PMK 10/2025.

  • Pegawai (tetap dan tidak tetap)
    1. Memiliki NPWP dan/atau NIK yang telah diadministrasikan & terintegrasi dengan sistem administrasi Ditjen Pajak.
    2. Penghasilan bruto tetap dan teratur tidak lebih dari Rp10.000.000/bulan bagi yang digaji bulanan.
    3. Untuk pegawai tidak tetap, jika upah dibayar harian/borongan/mingguan/dll: rata-rata per hari tidak lebih dari Rp500.000; atau jika dibayar bulanan, tetap tidak melewati Rp10 juta.
    4. Tidak sedang menerima insentif PPh 21 DTP lainnya.

Mekanisme & Hak Keuangan

  • Pemberi kerja membayarkan penghasilan pegawai secara penuh tanpa memotong PPh 21, karena pajak tersebut ditanggung pemerintah.
  • Pegawai tetap menerima gaji dan tunjangan yang sifatnya tetap dan teratur; juga jika ada penghasilan yang bersifat natura atau kenikmatan, tetap dihitung jika sesuai kriterianya.
  • Pemberi kerja wajib membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21, meskipun pajak ditanggung pemerintah, dan melakukan pelaporan melalui SPT Masa PPh Pasal 21/26 setiap bulan.
  • Untuk pemanfaatan insentif selama 2025, pelaporan dan segala pembetulan SPT harus disampaikan paling lambat 31 Januari 2026.
  • Jika pemberi kerja gagal melaporkan atau memenuhi syarat, insentif tidak akan diberikan, dan kewajiban PPh 21 kembali seperti semula.

Perluasan Kebijakan

Beberapa perkembangan terkini mengindikasikan bahwa pemerintah berencana memperluas cakupan manfaat fasilitas DTP PPh 21 ke sektor-sektor lain selain industri padat karya:

  • Sektor pariwisata, khususnya hotel, restoran, dan kafe (horeka), sedang dibahas agar termasuk dalam penerima fasilitas ini.
  • Pemerintah juga menyiapkan anggaran dan mekanisme agar sektor horeka dapat segera menikmati fasilitas ini menjelang akhir tahun 2025.
  • Estimasi jumlah pekerja yang bisa mendapat manfaat dari perluasan ini diperkirakan sekitar 552.000 orang untuk sektor pariwisata.

Dampak yang Diharapkan

Beberapa manfaat yang diharapkan dari kebijakan ini antara lain:

  • Peningkatan daya beli pegawai yang masuk dalam kriteria, karena mereka menerima penghasilan bersih tanpa dipotong pajak (PPh 21).
  • Insentif bagi pemberi kerja di sektor industri tertentu dan sektor yang akan diperluas (sektor pariwisata), karena bisa lebih menarik tenaga kerja.
  • Stimulus ekonomi secara umum, terutama di masa-kedatangan libur besar (Nataru) dan upaya pemulihan dari dampak ekonomi global.

Kesimpulan

Kebijakan PPh Pasal 21 DTP lewat PMK 10 Tahun 2025 adalah sebuah langkah strategis pemerintah untuk membantu pekerja berpenghasilan di bawah Rp10 juta per bulan dan/atau pekerja yang penghasilannya harian tidak terlalu tinggi, di sektor-sektor industri padat karya. Dengan syarat yang cukup jelas dan mekanisme pelaporan yang telah ditetapkan, pegawai yang memenuhi kriteria dapat memperoleh gaji utuh tanpa potongan, dan pemberi kerja pun memiliki kewajiban administratif yang harus dijalankan.

Perluasan ke sektor pariwisata (horeka) menunjukkan komitmen pemerintah untuk memperluas cakupan insentif ini agar lebih banyak pekerja yang terbantu.

Lampiran PMK 10/2025.pdf

Penulis & Editor :

  • Muhammad Arief Ramadhan, S.H.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *