KEABSAHAN KONTRAK DALAM BAHASA ASING

Penggunaan bahasa asing dalam kontrak perlu menjadi perhatian serius. Pengadilan pernah membatalkan kontrak antara PT Bangun Karya Pratama Lestari ( PT BKPL) dengan Nine Am LTD atas dasar kontrak dibuat dalam bahasa asing. Pengadilan sependapat dengan dalil PT BKPL tentang kontrak yang menggunakan bahasa asing bertentangan dengan undang-undang sehingga harus dinyatakan batal demi hukum.

Syarat Sah Kontrak

Istilah kontrak umumnya merujuk kepada perjanjian yang dibuat secara tertulis dalam rangka keperluan bisnis. Pasal 1313 KUHPerdata mendefinisikan perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Syarat sah kontrak mengacu kepada syarat sahnya perjanjian. Pasal 1320 KUHPerdata mengatur syarat sah perjanjian sebagai berikut:

Perjanjian dianggap sah, maka perlu dipenuhi empat unsur, yaitu:

      1. Adanya persetujuan dari para pihak yang terlibat dalam perjanjian;
      2. Para pihak memiliki kemampuan hukum untuk membuat perikatan;
      3. Terdapat objek atau hal yang diperjanjikan secara jelas;
      4. Adanya tujuan atau sebab yang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Pengaturan Penggunaan Bahasa

Keabsahan kontrak yang menggunakan bahasa asing berkaitan dengan syarat perjanjian tentang suatu sebab yang tidak boleh bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan (UU 24/2009) menyatakan bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia.

Namun, terdapat juga aturan jika kontrak dibuat melibatkan pihak asing. Aturan tersebut diatur Pasal 26 ayat (1)Peraturan Presiden No. 63 Tahun 2019 Tentang Penggunaan Bahasa Indonesia (Perpres 63/2019).

Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indoneia, atau perseorangan warga negara Indonesia.

Keabsahan Bahasa Asing dalam Kontrak

Dalam transaksi bisnis yang melibatkan pihak asing, perjanjian tetap harus disusun dalam bahasa indonesia sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Meskipun demikian, kontrak dapat dilengkapi dengan terjemahan ke dalam bahasa asing, termasuk bahasa nasional pihak asing atau bahasa internasional, untuk memastikan seluruh pihak memiliki pemahaman yang sama atas isi perjanjian. Ketentuan Pasal 26 ayat (4) Perpres 63/2019 memberikan keleluasaan kepada para pihak untuk menentukan bahasa mana yang akan dijadikan acuan apabila terjadi perbedaan penafsiran antara Bahasa Indonesia dan bahasa asing.

Penggunaan bahasa asing dalam kontrak tetap sah sepanjang mematuhi aturan yang berlaku dan dilakukan dengan cermat. Untuk menghindari risiko kesalahan tafsir, penyusunan kontrak bahasa asing sebaiknya melibatkan penerjemah tersumpah agar setiap klausul memiliki makna hukum yang konsisten. Dengan demikian, keberadaan bahasa asing dalam kontrak tidak hanya mempermudah komunikasi lintas negara, tetapi juga tetap menjamin kepastian hukum bagi para pihak.

Hal Yang Perlu Diperhatikan

Dalam pembuatan perjanjian yang melibatkan pihak asing, para pihak perlu sejak awal menyepakati bahasa yang akan dijadikan acuan untuk menafsirkan perbedaan maksud yang mungkin timbul dalam pelaksanaan perjanjian. Kesepakatan ini penting untuk menghindari potensi salah tafsir di kemudian hari dan memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 26 ayat (4) Perpres 63/2019, yang menegaskan bahwa apabila terjadi perbedaan penafsiran terhadap padanan atau terjemahan bahasa dalam kontrak, maka bahasa yang digunakan sebagai acuan adalah bahasa yang secara tegas disepakati oleh para pihak dalam perjanjian tersebut.

Kontrak Tanpa Terjemahan

Jika terdapat kontrak yang hanya menggunakan bahasa asing tanpa terdapat terjemahan bahasa indonesia, maka suatu kontrak tidak dapat dijadikan alasan batal. Hal tersebut diatur di dalam Rumusan Hukum Kamar Perdata Angka 1 Surat Edaran Makamah Agung No. 3 Tahun 2023 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2023 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. Bahwa Perjanjian yang dibuat antara lembaga swasta Indonesia atau perseorangan Indonesia dengan pihak asing dalam bahasa asing tanpa terjemahan bahasa indonesia tidak dapat dibatalkan hanya karena tidak adanya terjemahan tersebut, kecuali apabila terbukti bahwa ketiadaan terjemahan disebabkan oleh itikad tidak baik dari salah satu pihak.

Kesimpulan

Menggunakan Bahasa Indonesia adalah hal yang wajib ada dalam setiap kontrak dengan pihak asing, tetapi bahasa asing sah digunakan sebagai terjemahan resmi. Para pihak dapat menentukan secara tegas bahasa mana yang menjadi rujukan hukum jika terjadi sengketa atau perbedaan penafsiran. Namun, jika merujuk (SEMA 3/2023) apabila terdapat kontrak yang hanya menggunakan bahasa asing tanpa bahasa Indonesia maka kontrak tersebut tetap dapat dilanjutkan bukan dibatalkan, sepanjang tidak memiliki itikad buruk dalam perjanjian itu.

 

Penulis :

Gabe Petrus

Evi Mutiara

Editor:

Muhammad Arief Ramadhan, S.H.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *