Pendahuluan

Tidak semua barang dapat diimpor secara bebas karena adanya ketentuan larangan dan pembatasan (LARTAS) yang ditetapkan oleh negara. Dalam praktiknya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berwenang melakukan penindakan terhadap barang-barang yang diduga melanggar ketentuan tersebut. Namun, muncul persoalan ketika tindakan penegakan hukum dilakukan tanpa mencantumkan dasar pasal yang dilanggar. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mendasar, apakah penindakan semacam itu tetap sah secara hukum, dan bagaimana upaya yang bisa dilakukan importir?

Apa Tujuan Lartas Barang?

Penetapan mengenai lartas barang impor bertujuan untuk melindungi keamanan nasional atau kepentingan umum, baik dalam bidang sosial, budaya, maupun moral masyarakat, serta untuk melindungi hak kekayaan intelektual. Pemberlakuan lartas juga ditujukan untuk melindungi kehidupan manusia dan kesehatan, mencegah kerusakan lingkungan hidup dan ekosistem, serta berdasarkan perjanjian internasional. Hal ini juga termasuk untuk mencegah segala bentuk perdagangan internasional terhadap fauna atau flora yang masuk dalam daftar Appendix CITES, yaitu daftar spesies yang perdagangannya perlu diawasi dan negara-negara anggota yang telah setuju untuk membatasi perdagangan dan menghentikan eksploitasi terhadap spesies yang terancam punah.

Ketentuan Larangan Impor Barang

Ketentuan mengenai lartas barang impor diatur dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan.

Pasal 53 ayat (3)

semua barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak memenuhi syarat untuk diimpor atau diekspor, jika telah diberitahukan dengan pemberitahuan pabean, atas permintaan importir atau eksportir:

  1. Dibatlkan ekspornya;
  2. Diekspor kembali; atau
  3. Dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea cukai

Kecuali terhadap barang dimkasud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 53 ayat (4)

“Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dinyatakan sebagai barang yang dikuasai negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Kewenangan Bea dan Cukai

Kewenangan Bea dan Cukai diatur dalam PerDirjen BC No P – 26/2010

Pasal 2 ayat (1)

Pejabat Bea dan Cukai memiliki kewenangan melakukan penyegelan dalam bidang kepabeanan, yang mencakup barang impor yang belum dipenuhi kewajiban pabeannya, barang ekspor atau barang lain yang wajib diawasi, barang maupun sarana pengangkut yang ditegah, bangunan atau tempat penyimpanan barang impor maupun ekspor yang ditegah, serta tempat atau ruangan penyimpanan dokumen yang berhubungan dengan kegiatan kepabeanan.

Pasal 2 ayat (3)

Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dalam rangka:

  1. penindakan, penyidikan, audit, penyitaan dalam rangka penagihan pajak dengan surat paksa; atau
  2. pengamanan terhadap barang yang belum diselesaikan kewajiban pabean dan/atau cukainya atau barang lain yang harus diawasi.

Namun dalam kewenangannya untuk melakukan penindakan sebagaimana yang telah diuraikan dalam PerDirjen BC No P – 26/2010 Pasal 2 ayat (1) dan (3), Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penegahan agar membuat membuat Surat Bukti Penindakan yang menyebutkan alasan penindakan atau jenis pelanggaran dan menyampaikan Surat Bukti Penindakan kepada pengangkut/pemilik barang atau kuasanya dengan mendapat tanda terima dari yang bersangkutan.

Barang Tidak Lartas Tapi Ditahan, Lantas Bagaimana?

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1996 Pasal 11 pada intinya diatur mekanisme Keberatan kepada Menteri Keuangan, pemilik/atau kuasanya dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya Surat Bukti Penindakan (Penegahan), dengan ketentuan:

  1. Menyebutkan alasan-alasan keberatan; dan
  2. Melampirkan bukti-bukti yang menguatkan.

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan larangan dan pembatasan (LARTAS) barang impor bertujuan untuk melindungi kepentingan nasional serta menjaga keseimbangan sosial, budaya, ekonomi, hingga lingkungan hidup. Bea dan Cukai memang memiliki kewenangan untuk melakukan penindakan, penyegelan, maupun penegahan terhadap barang impor yang diduga melanggar ketentuan, namun setiap tindakan wajib disertai dasar hukum yang jelas dalam bentuk Surat Bukti Penindakan. Apabila barang impor sebenarnya sah secara regulasi namun tetap ditahan, importir memiliki hak hukum untuk mengajukan keberatan secara tertulis kepada pejabat berwenang dalam jangka waktu yang ditentukan. Dengan demikian, kepastian hukum bagi importir tetap terjamin, sekaligus memastikan bahwa kewenangan Bea dan Cukai berjalan sesuai prinsip legalitas dan tidak merugikan pelaku usaha yang taat aturan.

 

Penulis :

  • Petrus Gabe Pandapotan, S.H.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *