MISBRUIK VAN OMSTANDIGHEDEN: PERJANJIAN DAPAT DIBATALKAN
Salah satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan para pihak. Kesepakatan merupakan kehendak yang harus terbebas dari unsur khilaf, penipuan dan/atau paksaan. Selain itu, kesepakatan juga terbebas dari penyalaggunaan keadaan Misbruik Van Omstandigheden.
Apa itu kesepakatan?
Kesepakatan adalah pertemuan kehendak (consensus) antara dua pihak atau lebih yang secara bebas dan sadar menyatakan persetujuannya untuk menimbulkan akibat hukum tertentu dalam bentuk perjanjian (Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Berdasarkan pasal tersebut, perjanjian adalah suatu tindakan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya kepada orang lain atau lebih. Oleh karena itu, kesepakatan atau kata sepakat merupakan bagian atau unsur penting dari suatu perjanjian (Overeenkomst), yang berfungsi untuk menciptakan kondisi di mana para pihak yang mengadakan perjanjian mencapai persesuaian kehendak atau mufakat.
Kesepakatan sendiri itu memuat 3 hal :
-
- Prestasi untuk menyerahkan sesuatu (prestasi ini terdapat dalam ps. 1237 KUHPer)
- Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu (prestasi jenis ini terdapat dalam ps. 1239 KUHPer); dan
- Prestasi untuk tidak melakukan atau tidak berbuat seuatu (prestasi jenis ini terdapat dalam ps. 1239 KUHPer).
Teori Kesepakatan
Terdapat empat teori kesepakatan yaitu:
-
- Teori Pernyataan (uitingstheorie), yang menyatakan bahwa kesepakatan (toestemming) tercapai saat pihak penerima penawaran menyatakan persetujuannya atas penawaran tersebut.
- Teori Pengiriman (verzendtheorie), yang berpendapat bahwa kesepakatan timbul ketika pihak penerima penawaran mengirimkan balasan melalui telegram.
- Teori Pengetahuan (vermeningstheorie), yang menegaskan bahwa kesepakatan terjadi ketika pihak yang mengajukan penawaran mengetahui bahwa tawarannya telah diterima, meskipun surat penerimaan tersebut belum diterimanya secara langsung.
- Teori Penerimaan (ontvangstheorie), yang beranggapan bahwa kesepakatan dianggap lahir saat pihak penawar menerima secara langsung jawaban dari pihak penerima.
Keabsahan perjanjian ditentukan oleh syarat sah perjanjian yang telah ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, syarat sah perjanjian meliputi adanya:
-
- Kesepakatan para pihak
- Kecakapan para pihak
- Suatu hal tertentu (objek perjanjian)
- Sebab yang halal (objek perjanjian bukan suatu yang dilarang)
Dalam 1320 KUHPerdata itu memuat syarat subjektif dan objektif, syarat subjektif itu memuat kesepakatan para pihak dan kecakapan para pihak. Kesepakatan yang lahir dari kekhilafan atau kesesatan, paksaan, penipuan dapat dimintakan pembatalan melalui pengadilan. Permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak yang tidak cakap atau pihak yang tidak memberikan sepakatnya secara bebas atas kehendak sendiri).
Kesepakatan Mengandung unsur kekhilafan, paksaan dan penipuan
Jika dalam proses terjadinya kesepakatan terdapat unsur kekhilafan (dwaling), paksaan (dwang), atau penipuan (bedrog), maka kesepakatan tersebut cacat hukum. Cacat kehendak yang disebutkan oleh Pasal 1321 KUHPerdata tersebut dinamakan cacat kehendak klasik. Selain cacat kehendak yang dimaksud Pasal 1321 KUHPerdata tersebut, di dalam praktik yurisprudensi dikenal pula bentuk cacat kehendak, yakni penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheidenatau undue influence).
Cacat Kehendak:
-
- Kekhilafan atau kesesatan (dwaling);
- Paksaan (dwang atau bedreiging);
- Penipuan (bedrog),
Kekhilafan (dwaling, mistake) terjadi ketika seseorang yang berniat membuat perjanjian memiliki pemahaman yang salah mengenai identitas pihak lain (error in persona) atau mengenai sifat barang yang menjadi objek perjanjian (error in substantia). Kesalahan pemahaman ini juga mencakup benda yang tidak berwujud. Jika sebuah perjanjian mengandung kekhilafan atau kesesatan dapat dikatakan mengandung cacat subjektif dan dapat dibatalkan.
Paksaan dimaknai secara luas mencakup segala bentuk ancaman, baik secara verbal maupun tindakan nyata. Namun, paksaan yang dimaksud di sini bukan paksaan mutlak, karena jika terjadi paksaan mutlak, maka perjanjian tersebut tidak sah sejak awal (batal demi hukum). Jika seseorang membuat perjanjian di bawah tekanan atau ancaman sehingga kehendaknya tidak bebas, maka perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalannya.
Penipuan dalam perjanjian adalah perbuatan membohongi atau memberikan informasi yang menyesatkan demi keuntungan diri sendiri, yang menyebabkan perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Perbedaan penipuan dengan paksaan terletak pada kesadaran korban; dalam paksaan, korban menyadari bahwa keputusannya bukan atas kehendaknya sendiri, sedangkan dalam penipuan dan kekhilafan, korban keliru dalam memahami informasi sehingga kehendaknya cacat.
Kesepakatan Mengandung Misbruik Van Omstandigheden
Penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden/undue influence) diatur dalam Pasal 3 : 44 NBW/ Nieuw Burgerlijk Wetboek (sejak Januari 1992) perjanjian dapat dibatalkan apabila satu pihak dalam melakukan perjanjian tersebut berada dalam keadaan darurat atau terpaksa atau dalam keadaan di mana pihak lawannya mempunyai keadaan psikologis yang lebih kuat dan menyalahgunakan keadaan tersebut dalam membuat perjanjian. Penyalahgunaan keadaan terjadi bilamana seseorang di dalam suatu perjanjian dipengaruhi oleh suatu hal yang menghalanginya untuk melakukan penilaian (judgment) yang bebas dari pihak lainnya sehingga ia tidak dapat mengaambil putusan yang independent.
Dalam buku ketiga Pasal 44 ayat (1) Nieuw Burgerlijk Wetboek (BW Baru) Belanda disebutkan empat syarat untuk adanya penyalahgunaan keadaan, yaitu : 1) Keadaan-keadaan istimewa (bijzondere onstandigheden), seperti keadaan darurat, ketergantungan, ceroboh, jiwa yang kurang waras dan tidak berpengalaman; 2) Suatu hal yang nyata (kenbaarheid), diisyaratkan bahwa salah salah satu pihak mengetahui atau semestinya mengetahui bahwa pihak lain dalam keadaan istimewa tergerak (hatinya) untuk menutup suatu akta perjanjian; 3) Penyalahgunaan (misbruik), salah satu pihak telah melaksanakan perjanjian itu walaupun dia mengetahui seharusnya tidak melakukannya; 4) Hubungan kausal (causaal verband), adalah penting bahwa tanpa penyalahgunaan keadaan itu maka perjanjian tidak ditutup.
Upaya Hukum Atas Kesepakatan Dengan Misbruik Van Omstandigheden
Upaya hukum atas perjanjian dengan penyalahgunaan keadaan dapat ditempuh melalui:
-
- Gugatan Pembatalan Perjanjian ke pengadilan karena cacat kehendak (Pasal 1320 & 1321 KUHPerdata), sehingga perjanjian dianggap tidak pernah ada dan para pihak dikembalikan ke keadaan semula.
- Permohonan Perlindungan Hukum untuk mencegah kerugian lebih lanjut, misalnya meminta penundaan pelaksanaan isi perjanjian.
- Tuntutan Ganti Rugi atas kerugian yang diderita akibat perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata).
- Syarat Gugatan: Harus dibuktikan adanya kondisi terpaksa, tergantung, atau posisi lemah yang dimanfaatkan oleh pihak lain, serta adanya penyalahgunaan keadaan yang mempengaruhi kebebasan kehendak saat perjanjian dibuat.
Kesimpulan:
Misbruik van Omstandigheden (penyalahgunaan keadaan) adalah kondisi di mana seseorang menyetujui perjanjian karena berada dalam situasi lemah, terpaksa, atau tergantung, dan pihak lain memanfaatkan keadaan tersebut untuk keuntungan sendiri. Perjanjian yang lahir dari penyalahgunaan keadaan mengandung cacat kehendak dan dapat dibatalkan melalui gugatan ke pengadilan. Hukum melindungi pihak yang dirugikan agar perjanjian hanya berlaku jika dibuat atas dasar kehendak bebas tanpa paksaan, tipuan, atau eksploitasi situasi lemah.
Dasar Hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Nieuw Burgerlijk Wetboek
Penulis:
Yuliana Munthe
Editor:
Muhammad Arief Ramadhan, S.H.