Salah satu investasi yang menguntungkan adalah investasi pembelian tanah atau properti. Keuntungan investasi properti diperoleh dari kenaikan nilai properti tersebut di masa depan.
Meskipun termasuk investasi jangka panjang dan dapat mendatangkan keuntungan yang signifikan akan tetapi investasi properti tersebut harus dilakukan secara benar, aman dan jangan sampai terkena permasalahan hukum, salah satunya terkait dengan nominee agreement.
Apa itu Nominee Agreement Kepemilikan Properti?
Nominee Agreement atau perjanjian nominee kepemilikan properti adalah perjanjian di mana satu pihak (nominee) bertindak atas nama pihak lain (beneficial owner) dalam kepemilikan suatu aset properti.
Misalnya, Tuan A membeli rumah kepada Tuan B, namun dalam proses akta jual beli yang bertindak sebagai pembeli adalah Tuan C atas permintaan Tuan A. Kepemilikan Sertifikat beralih dari atas nama Tuan B menjadi atas nama Tuan C. Sementara itu antara Tuan A dengan Tuan C dibuat perjanjian nominee.
Motivasi Nominee Agreement Kepemilikan Properti
Pembuatan nominee agreement kepemilikan tanah didasarkan beberapa faktor atau motivasi dari si Pembeli atau si Pemilik Uang dalam transaksi properti adalah sebagai berikut:
- Pembeli yang telah melewati batas kepemilikan tanah;
- Pembeli atas pertimbangan pekerjaan atau hal lain merasa nyaman menggunakan identitas orang lain yang telah dipercaya;
- Upaya-upaya yang diduga untuk menyiasati kepemilikan properti untuk kepentingan pihak warga negara asing.
Motivasi pembuatan perjanjian nominee tentunya boleh-boleh saja. Khusus perjanjian nominee kepemilikan tanah, si Pembeli harus mengetahui aspek hukum atau resiko hukum terburuk yang akan dihadapi di kemudian hari.
Resiko Hukum Nominee Agreement Kepemilikan Properti
Konsep kepemilikan tanah adalah mengacu kepada bukti kepemilikan tanah. Adapun bukti kepemilikan tanah yang dimaksud adalah Sertifikat dan “hak bukti lama”.
Pasal 1 Angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (“PP Pendaftaran Tanah”) menegaskan bahwa Sertifikat adalah surat tanda bukti hak untuk hak atas tanah meliputi hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan.
Dengan demikian, pemilik tanah yang diakui oleh hukum adalah pihak yang namanya tercantum dalam bukti kepemilikan tanah. Hal ini juga telah dipertegas dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2020 Tentang tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2020 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan yang menyatakan Pemilik sebidang tanah adalah pihak yang namanya meskipun tanah tersebut dibeli dengan menggunakan uang/harta/aset milik WNA/Pihak lain.
Oleh karena itu, pihak yang digunakan namanya dalam sertifikat (mewakili Pembeli) berhak untuk mengalihkan atau membebankan (dengan utang) kepemilikan property tanpa perlu izin dari pemilik uang. Bila itu terjadi maka dipastikan investasi properti dengan nominee agreement menjadi “buntung” bukan untung.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, nominee agreement tidak berlaku mengikat terhadap kepemilikan properti melainkan pihak yang namanya tercantum dalam sertifikat yang dinyatakan sebagai pemilik properti tersebut.
Daftar Bahan Hukum
Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2020 Tentang tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2020 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan
Penulis:
- Gracia, S.H.
- Evi Mutiara Marpaung
Editor: Parwira Agusfia, S.H., M.H