TIDAK MENUNAIKAN YANG DIJANJIKAN: WANPRESTASI ATAU PENIPUAN?

Permasalahan klasik dunia investasi adalah tidak  adanya penyerehan keuntungan dan/atau pengembalian modal kepada investor atau pemilik dana. Lantas apakah penerima dana investasi dikualifisir telah melakukan tindak pidana penipuan atau wanprestasi (ingkar janji)?

Apa itu Wanprestasi?

Wanprestasi merupakan perbuatan hukum dalam ranah perdata. Wanprestasi dapat diartikan sebagai kegagalan atau kelalaian salah satu pihak untuk memenuhi kewajiban sebagaimana yang telah disepakati.

Bentuk wanprestasi dapat terjadi dalam bentuk 4 (empat) hal, yaitu:

  1. ⁠Tidak memenuhi kewajiban (prestasi) sebagaimana disepakati;
  2. Memenuhi prestasi, namun tidak sebagaimana mestinya atau keliru;
  3. Memenuhi prestasi, namun terlambat; dan
  4. Melakukan hal yang dilarang dari hal-hal yang telah disepakati.

Pasal 1238 KUHPerdata menerangkan wanprestasi adalah kondisi di mana debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

Apa Itu Penipuan

Penipuan adalah suatu perbuatan pidana sebagaimana diatur Pasal 378 KUHP yang  berbunyi:

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.”

Apa Beda Penipuan dan Wanprestasi

Pada dasarnya penipuan dan wanprestasi adalah sama-sama tidak menunaikan kewajiban sebagaimana yang dijanjikan sebelumnya. Penipuan dan wanprestasi sama-sana mengandung unsur “kebohongan” karena sama-sama tidak menepati janji. Yang membedakannya terletak pada “kondisi bohong”.

Pada wanprestasi, “kondisi bohong” terjadi setelah terjadinya perjanjian atau pada saat pelaksanaan perjanjian. Maksudnya, tidak dipenuhinya prestasi disebabkan oleh faktor-faktor setelah perjanjian terlaksana, seperti: kerugian usaha, inflasi yang tidak terkendali dan sebagainya.

Kebalikan dari wanprestasi, “kondisi bohong” pada penipuan telah ada sebelum perjanjian terjadi. Misalnya, seseorang yang menampung dana untuk diinvestasikan, padahal si penampung dana tidak memiliki investasi yang dimaksud.

Langkah Hukum Korban Wanprestasi dan Penipuan

Bagi pihak yang dirugikan akibat tindakan wanprestasi, maka pihak yang dirugikan tersebut dapat menyurati yang pada intinya telah melalukan wanprestasi dan memerintahkan untuk memenuhi prestasi sebagaimana disepakati. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata yang menyatakan debitur dianggap lalai jika telah diberi peringatan melalui surat perintah, akta sejenis, atau ketentuan dalam perjanjian yang menyatakan kelalaian terjadi setelah waktu tertentu. Apabila teguran tersebut tidak diindahkan, maka pihak yang terhadapnya tidak dipenuhi prestasi dapat mengajukan gugatan ke pengadilan untuk menuntut pemenuhan prestasi disertai atau tanpa ganti rugi (vide Pasal 1243 KUHPerdata).

Sementara dalam kasus penipuan, korban melaporkan dan mebuat laporan Polisi atas dasar laporan Pasal 378 KUHP.  Pada saat proses di Kepolisian, masih memungkinkan untuk menuntut pengembalian melalui mekanisme restorative justisce. Apabila proses berlanjut ke Pengadilan maka korban dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum demgan tuntutan gantir rugi ke Pengadilan Negeri setelah putusan pidana berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

Kesimpulan

Penipuan dan wanprestasi sama-sama merupakan bentuk tidak dipenuhinya kewajiban atau janji, serta mengandung unsur “kebohongan”. Namun, perbedaannya terletak pada waktu terjadinya “kebohongan”. Dalam wanprestasi, kebohongan terjadi setelah perjanjian dibuat, biasanya karena kondisi tertentu seperti kerugian usaha atau inflasi. Sedangkan dalam penipuan, kebohongan sudah ada sebelum perjanjian berlangsung, dengan maksud menyesatkan pihak lain sejak awal.

Dasar Hukum:

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

 

Penulis :

Renaldi Avri Angga, S.H.

Yuliana Munthe

Editor :

Muhammad Arief Ramadhan, S.H.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *