Konsep Transfer Pricing dalam Perpajakan

Penentuan harga transfer atau lebih dikenal dengan transfer pricing memiliki arti penetapan harga pada suatu transaksi yang terjadi antar entitas yang merupakan bagian dari satu grup perusahaan yang telah terafiliasi. Dalam peraturan mengenai Pajak di Indonesia, konsep ini secara khusus mengatur bagaimana penentuan harga dalam transaksi antar entitas yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 9 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172 Tahun 2023 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa 9 (“PMK 172/23”).

Apaila suatu transaksi dilakukan oleh entitas yang memiliki hubungan istimewa tertentu antar pihak yang bertransaksi, maka dapat dikategorikan ke dalam transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa atau afiliasi  yang ditentukan jika salah satu pihak yang bertransaksi memiliki hubungan istimewa, maka semua transaksi afiliasi dinaggap sebagai Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa. Namun, lingkup kategori Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa, tetapi jangkauan ruang lingkup kategori Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa luas dan dapat pula mencakup transaksi dengan pihak independen yang terdampak dari adanya hubungan istimewa. Dalam hal ini Wajib Pajak yang melakukan transaksi afiliasi memiliki kewajiban untuk membuat dan menyimpan Dokumen Penentuan Harga Transfer (Transfer Pricing Document).

Menurut Chairil Anwar Pohan (2019) yang dimaksud dengan transfer pricing adalah “transfer pricing adalah merupakan harga yang diperhitungkan atas penyerahan barang/jasa atau harta tak berwujud lainnya dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya.” Sehingga dapat diartikan transfer pricing adalah perhitungan pajak terhadap suatu transaksi yang memiliki hubungan istimewa baik terlihat maupun tidak.

Hubungan Istimewa

Terdapat suatu kondisi tertentu dimana suatu transaksi dapat dikategorikan Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa berdasarkan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghadilan, yakni sebagai berikut:

  1. Terdapat minimal 25% saham kepemilikan atau penyertaan modal dalam masing-masing perusahaan yang melakukan transaksi;
  2. Terdapat penguasaan dari suatu pihak atau lebih yang dalam hal ini berada di bawah penguasaan yang sama;
  3. Hubungan keluarga yang dimiliki oleh para pihak yang melakukan transaksi, baik sedarah semenda atau dalam garis lurus dan menyimpang.

Apabila terdapat Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa, Direktorat Jenderal Pajak (“Dirjen Pajak”) memiliki wewenang untuk melakukan koreksi dengan tujuan menghitung Penghasilan Kena Pajak yang didasarkan pada prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (disebut juga dengan arm’s length principle) yang bertujuan untuk mencegah praktik penghindaran Pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak.

Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm’s Length Principle)

Dalam menentukan seberapa besar pajak yang akan dikenakan atas penghasilan oleh Wajib Pajak dari Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa didasarkan pasa Pasal 1 angka 10 PMK 172/23 yang menyebutkan sebagai berikut:

……

  1. Penentuan harga dalam Transaksi yang Tidak Dipengaruhi oleh Hubungan Istimewa (arm’s Length Principle/ALP) yang selanjutnya disebut Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha adalah prinsip yang berlaku di dalam praktik bisnis yang sehat yang dilakukan sebagaimana Transaksi Independen.

……

Prinsip ini digunakan dalam pelaksanaan transfer pricing untuk menentukan besaran harga dengan membandingkan kondisi saat ini dengan indikator harga transaksi. Pengaruh hubungan istimewa muncul sebagai hasilnya dan transaksi independen dapat dianggap sebanding, seperti yang tertuang dalam Pasal 3 ayat (2) PMK 172/23. Selain itu, dokumen atau berkas yang terkait dengan Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa diperlukan untuk menentukan besaran tersebut

Dokumen Penentuan Harga Transfer

Dokumen Penentuan Harga, juga dikenal sebagai Transfer Pricing Document merupakan alat penting untuk menentukan jumlah yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak untuk Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa.

Dokumen Penentuan Harga Transfer ini diwajibkan dimiliki oleh Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. Memiliki peredara bruto transaksi afiliasi melebihi batas waktu tertentu;
  2. Melakukan transaksi dengan afiliasi di negara yang memiliki tarif pajak lebih rendah;
  3. Merupakan entitas induk dari grup usaha multinasional dengan peredaran bruto konsolidasi yang sangat besar (kategori diatas Rp 1.000.000.000.000,- (satu triliun rupiah).

Kesimpulan

Oleh karenanya, transfer pricing adalah harga yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa yang disebabkan oleh hubungan keluarga, kepemilikan modal atau saham dan kekuasaan suatu pihak dalam melakukan transaksi. Adanya transfer pricing ini ditujukan untuk mencegah pengikisan basis pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak.

Penulis :

  • Nicko Surya Airlangga, S.H.

Editor :

  • Muhammad Arief Ramadhan, S.H.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *