Latar Belakang

Industri telekomunikasi Indonesia mengalami perubahan setelah disetujuinya hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT XL Axiata Tbk (XL) dan PT Smartfren Telecom Tbk (Smartfren) pada tanggal 25 Maret 2025. Dalam rapat tersebut, para pemegang saham resmi menyetujui rencana penggabungan usaha dengan XL sebagai Perusahaan yang Menerima Penggabungan, menjadi satu entitas baru bernama PT XL Smart Telecom Sejahtera Tbk (XLSmart). Merger ini juga telah memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI), serta persetujuan prinsip dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi).

 

Penggabungan ini menjadi tonggak penting dalam konsolidasi industri telekomunikasi nasional yang bertujuan untuk menciptakan entitas dengan skala ekonomi lebih besar, efisiensi biaya yang lebih tinggi, dan kualitas layanan yang lebih kompetitif dengan operator telekomunikasi lainnya. Dengan tanggal efektif penggabungan (legal day one) yang ditetapkan pada tanggal 16 April 2025, XL Smart siap menghadirkan wajah baru industri telekomunikasi Indonesia dengan total pelanggan mencapai 94,5 juta dan pangsa pasar sekitar 25%.

 

Secara strategis, merger ini ditujukan untuk memperkuat posisi perusahaan di tengah persaingan industri telekomunikasi yang semakin meningkat. Menurut Presiden Direktur XL Smart, Rajeev Sethi, nilai gabungan pra-sinergi merger ini mencapai Rp 104 triliun atau sekitar USD 6,5 miliar, dengan potensi sinergi pra-pajak sebesar USD 300-400 juta per tahun. Diproyeksikan, pendapatan perusahaan akan meningkat menjadi Rp 45,8 triliun per tahun, dan EBITDA gabungan mencapai Rp 22,5 triliun. Selain dari aspek keuangan, integrasi ini juga diharapkan akan menciptakan efisiensi infrastruktur, memperluas jangkauan jaringan, serta mempercepat adopsi teknologi digital termasuk 5G. Kemudian dalam jangka panjangnya, merger ini juga mendukung misi nasional dalam pemerataan akses digital dan penguatan daya saing ekonomi berbasis teknologi informasi. Namun demikian, di balik langkah besar ini, perlu dicermati pula bagaimana implikasi hukumnya dalam sistem hukum Indonesia.

 

Pembahasan

Dalam sistem hukum Indonesia, pengaturan terkait merger diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”). Sebagaimana dalam Pasal 1 Angka 9 UU PT menyebutkan:

Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.”

 

Lebih lanjut penerapan merger tunduk pada ketentuan Pasal 122 UU PT, yang menyebutkan :

  • Penggabungan dan Peleburan mengakibatkan Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum.
  • Berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu.
  • Dalam hal berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), 
  • aktiva dan pasiva Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan;  
  • pemegang saham  Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri karena hukum menjadi pemegang saham Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan; dan 
  • Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum terhitung sejak tanggal Penggabungan atau Peleburan mulai berlaku.

 

Dalam hal ini perusahaan yang menggabungkan diri yakni Smartfren dan ST dinyatakan akan bubar secara hukum tanpa melalui proses likuidasi. Konsekuensinya, semua hak dan kewajiban hukum Smartfren dan ST, termasuk kontrak, piutang, utang, aset, serta kewajiban kepada pihak ketiga, akan berpindah kepada XL Smart.

 

Di sisi lain, aspek ketenagakerjaan juga mendapat perhatian oleh XL Smart atas tindakan merger ini. Hal ini terlihat dari tidak adanya rencana pemutusan hubungan kerja secara massal. Sebaliknya, seluruh karyawan dari ketiga perusahaan akan menjadi bagian dari XL Smart, dengan ketentuan kerja dan perlindungan hak yang tetap sama. Namun bagi karyawan yang menolak transisi, XL Smart tetap akan memberikan pesangon dan kompensasi sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan dan PP No. 35 Tahun 2021.

 

Adapun bila terdapat para pemegang saham (minoritas) yang tidak setuju terhadap merger telah diberikan hak untuk meminta pembelian kembali saham mereka oleh perusahaan dengan harga yang wajar. Pemegang saham minoritas juga diberi hak untuk menjual kembali sahamnya kepada perusahaan jika tidak setuju dengan keputusan merger. Harga pembelian telah ditentukan berdasarkan valuasi independen, dan skema buyback ini sudah disiapkan oleh XL bersama investor utama, seperti Axiata Investments dan Stellar. Skema ini telah disiapkan sesuai ketentuan dalam Pasal 62 UU PT dan dibatasi sebesar 10% dari modal disetor.

 

Lebih lanjut proses merger ini juga membawa kewajiban pelaporan kepada KPPU, sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli) dan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha RI Nomor 3 Tahun 2023 Tentang Penilaian Terhadap Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan Saham dan/atau Aset Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat (PerKPPU No. 3/2023), sebagaimana disebutkan:

 

Pasal 29 UU Anti Monopoli

Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan tersebut.

 

Pasal 2 ayat (1) PerKPPU No. 3/2023

Pelaku Usaha wajib menyampaikan Notifikasi kepada Komisi atas Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan Saham dan/atau Aset yang memenuhi ketentuan wajib Notifikasi.”

 

Adapun berdasarkan Pasal 5 ayat (2) dan (4) Peraturan Pemerintah RI Nomor 57 Tahun 2010 Tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (PP No. 57 Tahun 2010), nilai Aset dan/atau nilai Penjualan yang menjadi batasan adanya pelaporan adalah:

Pasal 5 ayat (2)

Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

  • nilai aset sebesar Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah); dan/atau
  1. nilai penjualan sebesar Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah).”

Pasal 5 ayat (4)

Nilai aset dan/atau nilai penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dihitung berdasarkan penjumlahan nilai aset dan/atau nilai penjualan dari:

  • Badan Usaha hasil Penggabungan, atau Badan Usaha hasil Peleburan, atau Badan Usaha yang mengambil alih saham perusahaan lain dan Badan Usaha yang diambilalih; dan
  1. Badan Usaha yang secara langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau dikendalikan oleh Badan Usaha hasil Penggabungan, atau Badan Usaha hasil Peleburan, atau Badan Usaha yang mengambil alih saham perusahaan lain dan Badan Usaha yang diambilalih.

 

Oleh karena itu dikarenakan nilai transaksinya yang melebihi 5 triliun XL Smart juga telah melaksanakan kewajibannya untuk memberikan laporan kepada KPPU. Dalam hal ini KPPU pun sudah memberikan tanggapan positif atas pengumuman merger yang dilakukan kepada publik karena tidak ditemukan adanya indikasi pelanggaran terhadap prinsip persaingan usaha sehat. Tidak hanya sampai disana, proses merger ini juga telah dilakukan uji tuntas (due diligence) dan memperoleh opini kewajaran dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), yang menegaskan bahwa penggabungan dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, termasuk ketentuan dalam UU PT, UU Pasar Modal, UU Anti Monopoli, serta berbagai peraturan OJK dan PP terkait penggabungan usaha.

 

Kesimpulan

Merger antara XL Axiata, Smartfren, dan ST yang menghasilkan PT XL Smart Telecom Sejahtera Tbk (XLSmart) mencerminkan langkah besar dalam menyatukan kekuatan industri telekomunikasi Indonesia. Disahkan melalui RUPSLB pada tanggal 25 Maret 2025 dan didukung penuh oleh OJK, BEI, serta Kemkomdigi, merger ini tidak hanya bertujuan memperbesar skala bisnis dan efisiensi operasional, tetapi juga memperkuat infrastruktur digital nasional. 

Secara hukum, proses merger telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam UU Perseroan Terbatas, memberikan kepastian atas alih hak dan kewajiban dari Smartfren dan ST kepada XL Smart tanpa melalui likuidasi. Perlindungan terhadap karyawan serta pemegang saham minoritas juga diakomodasi dengan baik. Selain itu, kewajiban pelaporan kepada KPPU telah dipenuhi, dan merger dinyatakan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap persaingan usaha. Dengan fondasi hukum yang kuat dan visi strategis jangka panjang, XL Smart diharapkan mampu menjadi aktor utama dalam mendukung pemerataan akses digital serta menjawab tantangan transformasi teknologi di Indonesia.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *