OLAHRAGA, KENA PAJAK

Pemerintah daerah gencar melakukan upaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Salah satunya dengan “menggarap” sektor olahraga. Fasilitas dan aktivitas olahraga tertentu dikenakan pajak olahraga.  Kebijakan ini menuai kritik di tengah upaya masyarakat untuk hidup sehat dengan berolahraga.

Apa itu Pajak Olahraga?

Menurut Pasal 1 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (“UU 28/2007”), pajak adalah kewajiban yang harus dibayarkan oleh orang pribadi atau badan kepada negara secara memaksa berdasarkan undang-undang, tanpa menerima imbalan secara langsung, dan digunakan untuk kepentingan negara demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Adapun yang dimaksud dengan Pajak olahraga adalah pungutan yang dikenakan pada kegiatan olahraga yang bersifat hiburan dan dijalankan secara komersial yang dipungut oleh pihak penyelenggara acara olahraga.

Pajak olahraga dikategorikan sebagai Pajak Barang dan Jasa Tertentu (“PBJT”) yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota, sebagaimana tercantum dalam Pasal 55 ayat (1) huruf i UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (“UU 1/2022”).

Dengan demikian, kegiatan olahraga tidak termasuk objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai), karena pungutan pajaknya bukan dilakukan oleh pemerintah pusat, melainkan oleh pemerintah daerah.

Ketentuan pengenaan pajak olahraga sebagai berikut:

      1. Dilaksanakan dengan tujuan hiburan;
      2. Memungut biaya dari pengunjung serta pengguna jasa;
      3. Bersifat komersial.

Besaran Tarif Pajak Olahraga

Pasal 58 UU 1/2022 menetapkan bahwa tarif maksimal PBJT adalah 10% (sepuluh persen). Pemerintah daerah dapat menentukan tarif PBJT yang berlaku di wilayahnya melalui Peraturan Daerah masing-masing. Pemerintah DKI Jakarta misalnya, menetapkan tarif pajak olahraga sebesar 10% (sepuluh persen) sebagaimana diatur Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (“Perda DKI Jakarta 1/2024”).

Berdasarkan Pasal 59 UU 1/2022, besarnya pokok PBJT yang terutang dihitung dengan mengalikan dasar pengenaan PBJT sebagaimana diatur dalam Pasal 57 dengan tarif PBJT yang telah ditetapkan. PBJT yang terutang dipungut di daerah tempat terjadi penjualan, penyerahan, atau konsumsi barang dan jasa tertentu. Waktu terutangnya PBJT dimulai sejak saat pembayaran, penyerahan, atau konsumsi barang dan jasa tersebut dilakukan.

Dengan kata lain, mekanisme PBJT memastikan bahwa pajak dipungut secara lokal, sesuai tarif yang ditetapkan pemerintah daerah, dan perhitungannya jelas berdasarkan nilai transaksi yang terjadi.

Sebagai contoh, jika anda ingin menggelar pertandingan olahraga di Jakarta, aturan yang berlaku mengacu pada Perda Provinsi DKI Jakarta 1/2024. Dalam perda ini, besaran tarif yang akan dikenakan untuk pertandingan olahraga ditetapkan sebesar 10%, sesuai ketentuan Pasal 53 ayat (1) Perda Provinsi DKI Jakarta 1/2024. Dengan demikian, keseluruhan biaya yang dipakai unruk pertandingan olahraga akan dikali 10% sebagai pajak hiburan (olahraga).

Pajak Olahraga DKI Jakarta sebagai Disinsentif

Jenis olahraga yang dikenakan pajak hiburan berbeda di setiap daerah. Di DKI Jakarta, tercatat 21 cabang olahraga yang termasuk objek pajak, antara lain padel, futsal di tempat sewa komersial, biliar di tempat hiburan, paintball, trampolin, panahan berbayar, tenis meja dan tenis lapangan sewaan, badminton non-kejuaraan, bowling, lari di lintasan berbayar, sepatu roda, panjat tebing indoor, skateboard di arena komersial, panjat dinding sewaan, berkuda rekreasional, arena bermain air, ATV/motor trail sewaan, arena panahan modern, serta golf simulator. Golf dikecualikan karena dikategorikan sebagai olahraga prestasi dengan sistem keanggotaan reguler.

Secara teoritis, penerapan pajak olah berpotensi menjadi disinsentif bagi industri olahraga. Para pelaku usaha olah raga terpaksa harus menawarkan fasilitas olah raga dengan harga yang relatif tinggi. Konsekuensinya menurunkan minat masyarakat untuk berolahraga dan menerapkan pola hidup sehat.

Kesimpulan

Pajak olahraga adalah pungutan daerah atas kegiatan olahraga yang bersifat hiburan dan komersial, dengan tarif maksimal 10% sesuai UU Nomor 1 Tahun 2022, dimana pemberlakuan pajak olah raga dan jenis-jenis olahraga yang dikenakan pajak olah raga ditetapkan melalui peraturan daerah masing-masing.

Dasar Hukum

  • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
  • Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

 

Penulis:

Yohana Maranatha, S.H.

Eva Rutnauli Sinaga

Editor:

Muhammad Arief Ramadhan, S.H.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *